Friday 11 February 2005

Definisi

Jika seseorang bertanya kepada anda “ Apakah yang dimaksud dengan bisnis keluarga?” jawaban anda akan beragam.
Bergantung pada sudut pandang ,pengalaman atau latar belakang anda. Di Indonesia dan juga di luar negeri,memang belum ada konsensus tersendiri.

Dibawah ini ada beberapa definisi dari mereka yang mendalami bisnis keluarga :Handler (1989) :A family business is defined as an organization whose major operating decisions and plans for leadership succession are influenced by family members in management or serving on the board[1]

Balshaw (2004) : A family controlled company can comprise a large complex dynastic public company, but equally could be a sole proprietorship, partnership, incorporated entity or any other form of business association where the focus of ownership and/or management control is in the hands of a specific family or collection of families.[2]

Stuart Rock (1991)“family business defined as a firm where the family holds a majority of voting shares; where a proportion of the senior management post are held by members of one family and where their children are expected to follow suit” [3]
Untuk menyamakan persepsi mengenai apa yang dimaksud bisnis keluarga disini, kami mengambil definisi dari Stuart Rock; Bisnis Keluarga adalah suatu perusahaan dimana sebuah keluarga adalah pemegang saham mayoritas dan menduduki sebagian posisi manajemen serta keturunan keluarga tersebut diharapkan mengikuti jejak mereka.
sementara yang dimaksud dengan keluarga adalah “ Anyone related to the family by birth and marriage” (Bork ,1986) [4]. Keluarga adalah siapapun yang terikat karena keturunan maupun perkawinan.


Menurut kementrian Koperasi dan Usaha kecil Menengah:
Klasifikasi usaha
1.Mikro : tradisional, mikro, modal lebih kecil atau sama dengan
Rp 100.000.000
2.Usaha kecil : asset min 200 juta diluar bangunan dan tanah, serta omzet 1 milyar
3.Usaha menengah : 200 juta- 10 milyar

Menurut International Finance Corporation :
(berdasarkan total asset, penjualan tahunan, dan jumlah tenaga kerja)
1.Mikro (asset US$100.000,Penjualan US$100.000 dan SDM 10 orang)
2.Usaha Kecil (asset dan penjualan sampai dengan US$300.000/tahun,SDM 50 orang)
3.Menengah (US$1.500.000,SDM 300 orang)

Bentuk Dasar Pemilikan bisnis keluarga:[5]
Controlling Owner - Sibbling Partnership - Cousin consortium

Disebut bentuk dasar tidak berarti semua perusahaan melalui tahapan yang sama. Pemilikan bisa saja "meloncat" dari controling owner ke cousin consortium karena putra putri pendiri tidak mau bergabung dengan perusahaan yang dirintis ayah mereka.

Mengelola bisnis keluarga tidaklah mudah karena ada nya ikatan keluarga yang tidak dapat diabaikan pengaruhnya,Salah satu teori yang dapat menerangkan komplexitas bisnis keluarga adalah Model 3 subsistim :Pemilik,Keluarga dan Manajemen[6]
Model ini menerangkan bisnis keluarga sebagai tiga subsistim yang berdiri sendiri tetapi juga ada bagian yang tumpang tindih : subsistim keluarga, pemilikan dan bisnis. Tiap subsistim ini memilki norma, nilai dan harapan masing-masing posisi sehingga dapat kita pahami adanya komplexitas tersebut. Setiap individu menempati satu lokasi didalam sistim bisnis keluarga tersebut dan dapat berubah posisi seiring dengan umur , siklus kehidupan atau siklus bisnis itu sendiri.

Tidak hanya individu yang berubah, kepemilikan dan bisnis itu sendiri juga berubah, masing-masing subsistim memiliki alur perkembangan ; posisi sesorang itu berada dalam satu titik pada tiga dimensi perkembangan :

The Three Dimensional Development Model (Gersick et al , 1997) [7]
Sumbu Vertikal Business Axis : Start up- Expansion-Maturity
Sumbu Horizontal Family Axis : Young Business Family-Entering the business-Working together-passing the baton
Sumbu Diagonal Ownership axis: Controlling owner,Sibling partnership, Cousin Consortium



Model perkembangan juga tidak selalu mengikuti alur seperti diatas , tergantung dari bentuk pemilikan awal dan jumlah anak yang dimiliki suatu keluarga (pada ownership axis); jenis bisnisnya (business axis) serta proses anggota keluarga bergabung (family axis). Sebagai contoh, pada ownership axis, kepemilikan bisa saja ‘melompat’ dari controlling owner langsung kepada cousin consortium karena generasi kedua menolak bergabung atau kepemilikan dimulai dengan sibling partnership,dan seterusnya.

Teori lain yang memiliki lima dimensi memberi gambaran komplexitas bisnis keluarga lebih komprehensif:
Life cycles forces influencing family business. [8]
Bahwa bisnis keluarga (pada poros) dipengarugi oleh sumbu individu,sumbu konfigurasi pemilikan,sumbu keluarga,sumbu situasi industri dan sumbu organisasi

Kerangka ini agak berbeda dari teori pertama dimana kepemilikan disini bukanlah suatu life cycle, tetapi sebagai konfigurasi kepemilikan yang dipengaruhi oleh kekuatan daur hidup industri, organisasi, keluarga dan individu.
Tiap situasi dan kombinasi daur hidup yang berbeda membutuhkan perencanaan dan strategi yang berbeda.
Tak dapat dipungkiri teori dan implementasi suatu strategi di perusahaan tertentu belum tentu dapat diterapkan pada perusahaan lain meskipun jenis usaha sama . Tiap bisnis keluarga mempunyai resep berbeda dan terdapat kecenderungan para praktisi bisnis keluarga dewasa ini menuntut lebih dari hanya sekedar mendapat keuntungan , tetapi juga sebagai wadah mengexpresikan diri, inovasi dan pewarisan terutama nama /image baik maupun merk dagang yang sudah sangat dikenal masyarakat.
Resep atau sumber daya unik suatu bisnis dapat menjadi keuntungan kompetitif;[9] selain menjaga image,tanggung jawab yang tumpang tindih pada pemilik dan manajer perusahaan kecil memungkinkan menembus pasar dengan cepat.Struktur kepemilikan yang terkonsentrasi membuat produktivitas relatif lebih tinggi
fokus pda pelanggan dan pasar tertentu menghasilkan ROI yang lebih tinggi
Interaksi alamiah antara keluarga-kepemilikan-manajemen,keutuhan keluarga,komitmen pemilik mendukung modal ,biaya administrasi rendah,transfer pengetahuan/keahlian and kemampuan bertahan dalam pasar yang berubah


End note

[1] Wendy Handler (1989).’Methodological Issues and consideration in studying family business’. Family Business Review vol II no 3, hal 257.

[2] Tony Balshaw.(2004).Governance in Family Business.Johanesburg : Grant Thornton .hal 5
[3] Stuart Rock (1991). Family Firms. England : Director Book-Simon Schuster,Hal 5

[4] D Bork (1986). Family Business Risky Business : how to make it work. New York : Amacom .hal 24

[5] Ivan lansberg (1999)Succeeding Generations. Boston : Harvard Business School Press hal 28
[6] ibid
[7] ____________, hal 17
[8] Randel SCarlock dan John L Ward.(2001) Strategic Planning for The Family Business:parallel planning to unify the family and business.Hampshire: Palgrave, hal 27
[9] Ernesto J Poza (2004), Family Business.Mason,Southwestern, hal 16


Ananda Sekarbumi http://www.bisnis-keluarga.blogspot.com

No comments: